Wednesday, 1 April 2015

Tomat (kok) Rasanya Kurma ? Seperti Apa Ya?



Diawali dari sebuah kekecewaan karena hasil panen buah tomat yang dihargai sangat rendah puluhan tahun silam, timbul keinginan Sri Ngestiwati untuk mengolah hasil pertanian buah tomat menjadi sebuah produk olahan yang bernilai jual lebih tinggi. Bahkan kabarnya, kini menjadi oleh-oleh wajib jika anda berwisata di kawasan bandungan kabupaten semarang - jawa tengah.
Seperti apa ? Simak terus liputan berikut ini.

Sedih dan kecewa. Itulah yang dialami oleh Sri Ngestiwati bersama suaminya Adiarso puluhan tahun silam, saat di mana hasil panen buah tomat dari kebun miliknya sendiri, dihargai sangat rendah oleh pasar. Alasannya, saat itu hasil panen buah tomat melimpah.

Dari situlah, Sri Ngestiwati bertekad ingin membuat olahan berbahan dasar buah tomat, yang diberi nama “TORAKUR”, “tomat rasa kurma”. Dan episode kali ini, Sri Ngestiwati akan berbagi bagaimana cara membuat olahan buah tomat “TORAKUR”.

Untuk membuat TORAKUR, langkah pertama adalah menyortir tomat. Para karyawan memilih tomat matang yang buahnya utuh, mulus, dan berwarna merah pekat.

Buah tomat yang sudah disortir kemudian ditusuk-tusuk menggunakan garpu lalu direndam selama 6 jam di dalam larutan kapur sirih. Proses inilah yang nantinya membuat tomat tidak terlalu lembek saat direbus.

Biji, adalah bagian buah tomat yang tidak diperlukan, sehingga biji tersebut dibuang dan hanya menyisakan bagian buahnya saja. Setelah semua buah tomat disisihkan dari bijinya, mulailah tomat direbus  dengan perbandingan setiap 5 kilogram tomat membutuhkan 1 kilogram gula pasir.

Proses selanjutnya, menjemur tomat yang sudah direbus di dalam kotak khusus seperti ini. Langkah ini bertujuan mengurangi kadar air dalam buah tomat sehingga menjadi agak kering, kenyal dan mudah dibentuk seperti kurma.

Setelah semua proses selesai, jadilah kudapan tomat yang memiliki cita rasa dan tekstur seperti kurma, sehingga pantas jika dinamakan “TORAKUR”. Tomat rasa kurma.

Atas usaha, ketekunan, dan kerja keras Sri Ngestiwati mengolah hasil pertanian buah tomat selama ini, sekarang ia sudah memiliki sejumlah outlet yang menjual TORAKUR dan beberapa produk lokal bandungan. Pesananpun setiap bulan meningkat, apalagi di akhir tahun dan saat bulan ramadhan, permintaan pasar paling banyak datang dari wilayah jawa dan bali. Harganya bervariasi, dari mulai 20 ribu sampai 50 ribu rupiah.

Dari usaha “TORAKUR” milik Sri Ngestiwati, kita mengetahui, bahwa olahan dan inovasi produk, merupakan kunci menaikkan nilai jual dari sekedar hasil panen yang melimpah.

Oleh karena itu, diperlukan sinergi yang baik antara petani dan pengolah hasil pertanian. Sehingga, saat harga hasil panen pertanian merosot karena panen yang  melimpah, para petani tidak merugi karena sudah memilki tempat dimana produk tersebut diolah menjadi produk yang lebih bernilai.


Nantikan terus informasi seputar dunia pertanian hanya di AGRO TV, sampai jumpa.


ALPUKAT JUMBO ? Kayak apa sih ?




Di tengah gempuran buah-buah impor yang masuk ke indonesia, masih ada petani yang bangga dengan hasil buah lokalnya. salah satunya adalah Agus Riyadi, seorang petani pembudidaya bibit buah “ALPUKAT WINA” yang terkenal dengan buahnya yang berukuran jumbo, berdaging buah halus, dan tebal. seperti apa? Ikuti terus liputan berikut ini.

Inilah Agus Riyadi, guru agama islam yang sekaligus seorang petani yang khusus membudidayakan bibit buah lokal “ALPUKAT WINA”. di rumahnya di kawasan baran kecamatan ambarawa inilah, bibit buah ALPUKAT WINA dibudidayakan. untuk mempertahankan kelestarian dan keunggulan kualitas ALPUKAT WINA, agus membentuk asosiasi berkah jaya yang beranggotakan para petani di daerah sekitar. langkah ini dilakukan agar panen buah ALPUKAT WINA tersalurkan dengan baik.

Budidaya ALPUKAT WINA cukup sederhana. langkah pertama adalah menyiapkan media tanam yang terdiri dari sekam, pupuk kandang, dan tanah. kemudian biji alpukat yang sebelumnya sudah disortir dan dicuci bersih, ditanam pada  polybag yang sudah diisi media tanam selanjutnya diletakkan lokasi pembibitan.  

Setelah bibit dibiarkan tumbuh kira-kira 3 sampai 5 bulan, bibit sudah siap disambung dengan ujung tunas dari pohon “ALPUKAT WINA” yang sudah pernah berbuah. tujuan penyambungan antara bibit yang masih muda, dengan ujung tunas dari pohon yang sudah pernah berbuah, adalah agar menghasilkan kualitas buah alpukat yang seragam dan mempercepat pertumbuhan pohon.
Cara penyambungannya seperti ini.

Setelah penyambungan selesai, bibit masih harus memerlukan waktu sampai 8 bulan agar antara bibit bagian bawah dan bagian atas tersambung sempurna, ditandai munculnya beberapa daun.  baru setelah itu, tali dilepas dan bibit alpukat siap dijual kepada para petani saat berusia satu sampai satu setengah tahun .   

Kepopuleran ALPUKAT WINA saat ini tengah menanjak seiring kualitas buahnya yang baik, yakni berukuran jumbo, berdaging tebal dan halus. berat 1 buah ALPUKAT WINA bisa mencapai lebih dari 1 kilogram. sedangkan tiap 1 pohon ALPUKAT WINA bisa menghasilkan buah seberat lebih dari setengah ton. hal inilah yang membuat para petani di kawasan ambarawa dan bandungan kabupaten semarang jawa tengah tetap bangga dengan hasil buah lokalnya.

Saat ini permintaan buah alpukat wina sudah sampai ke berbagai wilayah di indonesia dan berhasil menembus pasar internasional , seperti Singapura. sehingga diperlukan proses grading yang ketat, agar buah yang dikirimkan sesuai dengan permintaan pasar domestik maupun luar negeri.

Kualitas buah lokal memang tidak kalah dengan buah impor, asal pemuliaan dan pembudidayaan bibit tanaman tersebut dilakukan dengan baik, dan diperlukan peran dari pemerintah untuk memfasilitasi produksi bibit buah berkualitas baik. semoga buah lokal kita mampu bertahan dari gempuran buah-buah impor.

Nantikan terus liputan menarik seputar dunia pertanian, hanya di AGRO TV. sampai jumpa